Rabu, 08 Juli 2015

Penafsiran Pajak

4.1  PENAFSIRAN HISTORIS
Penafsiran historis adalah penafsiran atas suatu UU dengan melihat pada sejarah dibuatnya UU. Untuk dapat memahami penafsiran historis yang demikian, tentu hanya dapat diketahui dari dokumen – dokumen rapat pada waktu dibuatnya UU. Misalnya, dokumen rapat para pembuat UU, dokumen rapat pembahasan antara pemerintah dengan DPR, dan dokumen surat – surat lainnya yang dibuat secara resmi, baik oleh pemerintah maupun pemerintah dengan DPR. Dengan menggunakan penafsiran historis dapat diketahui maksud dari pembuat UU atas isi dari suatu UU.
4.2  PENAFSIRAN SOSIOLOGIS
Penafsiran sosiologis adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam UU yang disesuaikan dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Seperti diketahui bahwa kehidupan suatu masyarakat selalu berkembang (bersifat dinamis), sedangkan UU yang bentuknya tertulis tidak bisa selalu mengikuti kehidupan masyarakat yang selalu lebih cepat perkembangannya. Oleh karena itu, perlu adanya penyesuaian anatara UU yang sifatnya tertulis dengan perkembangan (perubahan) kehidupan suatu masyarakat.
4.3  PENAFSIRAN SISTEMATIK
Penafsiran sistematik adalah atas suatu ketentuan dalam UU dengan mengaitkannya dengan ketentuan (pasal – pasal) lain dari UU dimaksud (dalam satu UU) atau dengan mengaitkannya dengan ketentuan (pasal – pasal) lain dari UU yang lainnya.
Karena suatau UU terdiri atas pasal – pasal, maka ketentuan atas suatu pasal yang tidak jelas dapat diketahui dengan melihat/mengaitkannya dengan arti atau maksud dari pasal – pasal lainnya atas suatu UU lainnya, sehingga membentuk suatu system yang saling berhubungan.
4.4  PENAFSIRAN OTENTIK
Penafsiran otentik adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam UU dengan melihat pada apa yang telah dijelaskan dalam UU tersebut.
Biasanya dalam suatu UU terdapat sebuah pasal mengenai ketentuan umum yang isinya menjelaskan arti atau maksud dari ketentuan yang telah diatur. Ketentuan umum demikian sering disebut dengan terminology untuk menjelaskan hal – hal yang dianggap perlu. Terminology inilah yang dimaksudkan dengan penafsiran otentik. Sementara itu, penjelasan dari suatu pasal yang dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara (TLN) bukanlah merupakan penafsiran otentik, tetapi hanya suatu penjelasan seamataa atas isis suatu pasal, yang sering kali pada penjelasannya masih menimbulkan.
4.5  PENAFSIRAN TATA BAHASA
Penafsiran tata bahasa adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam UU berdasarkan bunyi kata – kata secara keseluruhan dalam kalimat – kalimat yang disusun oleh pembuat UU. Dari semua penafsiran yang ada, penafsiran menurut tata bahasa merupakan penafsiran yang paling penting dibandingkan dengan penafsiran – penafsiran lainnya, sebab apabila kata – kata dalam kalimat suatu pasal dalam UU telah jelas maksudnya, maka tidak boleh lagi dipergunakan cara – cara penafsiran lainnya.
Inilah pentingnya pembuat UU untuk memilih kata – kata dalam menyusun suatu kalimat menjadi suatu aturan agar tidak menimbulkna salah pengertian bagi masyarakat yang membacanya.

4.6  PENAFSIRAN ANALOGIS
Penafsiran analogis adalah penafsiran atas sesuatu ketentuan dalam UU dengan cara member kiasan pada kata-kata yang tercantum dalam UU, sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak termasuk dalam suatu ketentuan  jadi termasuk berdasarkan analogi yang dibuat. R. Santoso Brotodihardjo, S.H. dalam buku “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”, memberikan contoh penafsiran analogis dengan mengambil kata “penjualan” menjadi “pemindahan ke tangan lain” (dari peraturan yang ada ditarik ke peraturan yang bersifat umum) selanjutnya kata “pemindahan ke tangan lain” ditarik suatu kesimpulan yang juga termasuk hibah, pemasukan harta dan wasiat.
Penafsiran analogis ini adalah sama dengan penafsiran secara ekstensif yang maksudnya memperluas suatu aturan hingga suatu peristiwa dalam aturan yang ada. Penafsiran ini tidak diperbolehkan dipakai dalam UU  Pajak karena dapat merugikan WP dan tidak adanya kepastian hukum terhadap peristiwa yang terjadi. Aturan umum yang tidak ditulis dalam UU Pajak  (sebagai aturan yang bersifat khusus) menjadi berlaku, padahal Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa segala pemungutan pajak harus berdasarkan  UU (UU Pajak yang bersifat khusus).
4.7  PENAFSIRAN A CONTRARIO
Penafsiran A Contrario adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam UU yang didasarkan pada perlawanan pengertian antara soal yang dihadapi dan soal yang diatur dalam suatu pasal UU. Ditarik suatu kesimpulan bahwa soal yang dihadapi tidak diatur dalam pasal undang-undang atau dengan kata lain soal yang dihadapi berada di luar ketentuan pasal suatu undang-undang. Penafsiran ini juga tidak diperbolehkan karena dapat merugikan WP dan tidak ada kepastian dalam hukum sama seperti penafsiran analogis.
Penafsiran yang dilakukan oleh setiap orang tidak mempunyai kekuatan mengikat. Penafsiran yang mempunyai kekuatan mengikat  hanyalah penafsiran otentik menurut UU Perpajakan dan penafsiran yang dilakukan oleh hakim pengadilan pajak apabila terjadi sengketa pajak antara Wajib Pajak dengan fiskus. Hakim pengadilan pajak mempunyai tugas menemukan hukum dalam ketentuan UU tidak diatur, maka hakim tersebut harus dapat menemukan hukum untuk tujuan memberikan keadilan bagi para pihak yang bersengketa. Dengan demikian, penafsiran yang dilakukan oleh hakim pengadilan pajak merupakan penafsiran yang bersifat mengikat bagi para pihak dalam menyelesaikan sengketa pajak.
4.8  MACAM-MACAM KETETAPAN PAJAK
Berbagai produk hokum yang dapat diterbitkan oleh Direkorat jenderal Pajak dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak atau kantor Pelayanan Pajak Bumi dan bangunan (KPP/KPPBB) untuk mengetahui adanya kewajiban atau hak Wajib Pajak (WP) adalah berupa surat keterangan pajak terdiri atas enam macam yaitu :
  1. Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat tagihan pajak adalah surat yang diterbitkan untuk melakukan tagihan pajak dan/ atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Surat Tagihan Pajak (STP) diatur dalam Pasal 14 UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No 16 Tahun 2000 (disebut UU KUP). Surat Tagihan Pajak dapat diterbitkan dalam hal-hal sebagai berikut :
1.     Apabila PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar
2.     Apabila dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/ atau salah hitung
3.     Apabila WP dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga
4.     Apabila pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN dan perubahannya tidak melaporkan  kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
5.     Apabila pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi membuat Faktur Pajak
6.     Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak membuat atau membuat Faktur Pajak, tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak.
Penerbitan SPT ini akan ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan untuk paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai diterbitkannya Surat Tagihan Pajak (STP).
  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan untuk menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang harus dibayar. SKPKB diatur dalam Pasal 13 Undang-undang KUP yang dapat diterbitkan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sesudah saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak bagian tahun pajak atau tahun pajak, yaitu dalam hal-hal sebagai berikut :
1.     Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar
2.     Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dan telah ditegur secara tertulis, tidak disampaikan juga seperti ditentukan dalam surat teguran.
3.     Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atas PPN da PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tariff 0%.
4.     Apabila Wajib Pajak tidak melakukan kewajiban pembukuan dan tidak memenuhi permintaan dalam pemeriksaan pajak, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
Penerbitan SPKPKB akan diikuti dengan sanksi administrasi yang bisa berupa denda sebesar 2% sebulan akan dikenakan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa Wajib Pajak tidak atau kurang membayar besarnya pajak yang terutang.
Berdasarkan system self assessment yang dianut Undang-undang Perpajakan bahwa seharusnya setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Adanya batasan jangka 10 (sepuluh) tahun adalah batas waktu untuk menentukan adanya kepastian hukum dalam menerbitkan ketetapan pajak tersebut, artinya fiskus dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun diberi kesempatan untuk menerbitkan SKPKB sepanjang dalam pemeriksaan diketahui Wajib Pajak masih mempunyai utang pajak.bahkan SKPKB juga masih diterbitkan oleh fiskus setelah lewat jangka waktu 10 (sepuluh) tahun, ditambah sanksi bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah yang tidak atau kurang dibayar apabila diketahui Wajib Pajak terbukti telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dan telah diputuskan oleh hakim serta mempunyai kekuatan hokum tetap (in kracht nan gewisjde).
  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan untuk menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam SKPKBT. SKPKBT diatur dalam Pasal 15 Undang-undang KUP yang diterbitkan untuk menampung beberapa kemungkinan yang terjadi seperti :
1.     Adanya SKPKBT yang telah ditetapkan ternyata lebih rendah daripada perhitungan yang sebenarnya.
2.     Adanya proses pengembalian pajak yang telah ditetapkan dalam SKPLB yang seharusnya tidak dilakukan; dan
3.     Adanya pajak terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) yang ditetapkan ternyata lebih rendah.
Penerbitan SKPKBT dilakukan apabila ditemukan data baru (novum) dan/atau data yang semula belum terungkap yang dapat menyebabkan penambahan pajak yang terutang. Penjelasan pasal 15 Undang-undanh KUP menegaskan apa yang dimaksud dengan data baru dan data yang semula belum terungkap yaitu bahwa data baru adalah data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak terutang yang oleh Wajib Pajak belum diberitahukan pada waktu penetapan semula, baik dalam Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan. Sedangkan data yang semula belum terungkap adalah data atau keterangan lain mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang, yang menyangkut :
·         Data yang tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan beserta lampirannya (termasuk laporan keuangan); dan/atau
·         Pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula, Wajib Pajak tidak mengungkapkan data dan/atau memberikan keterangan lain secara benar, lengkap, dan terinci sehingga tidak memungkinkan fiskus dapat menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan benar dalam menghitung jumlah pajak yang terutang.
Penerbitan SKPKBT juga dilakukan setelah lewat jangka waktu 10 (sepuluh) tahun ditambah sanksi bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah yang tidak atau kurang dibayar apabila Wajib Pajak terbukti telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dan telah diputus oleh hakim serta mempunyai kekuatan hokum yang tetap (in kracht van gewijsde).
  1. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan untuk menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. SKPLB diatur dalam pasal 17 Undang-undang KUP yang diterbitkan untuk hal-hal sebagai berikut :
1.     Untuk Pajak Penghasilan (PPh), jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
2.     Untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Apabila terdapat pajak terutang yang dipungut oleh Pemungut PPN, maka yang dimaksud dengan jumlah pajak terutang adalah jumlah Pajak Keluaran setelah dikurangi pajak yang dipungut oleh pemungut PPN tersebut.
3.     Untuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
SKPLB akan diterbitkan jika ada permohonan tertulis dari Wajib Pajak. Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) harus sudah menerbitkan SKPLB paling lambat 12 bulan sejak permohonan diterima, kecuali untuk kegiatan tertentu akan ditetapkan lain oleh Direktur Jenderal Pajak. Apabila jangka waktu 12 bulan telah lewat, maka permohonan Wajib Pajak dianggap diterima dan Wajib Pajak berhak memperoleh pengembalian atas kelebihan pajaknya. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar dari kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan, maka SKPLB masih dapat diterbitkan lagi.
  1. Surat Ketetapan Pajak Nilai (SKPN)
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak tentang dan tidak ada kredit pajak. Ketentuan mengenai SKPN dalam pasal 17A UU KUP. SKPN diterbitkan untuk:

1.     Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang terutang atau pajak yang tidak terutang dan tidak ada kredit pajak
2.     Pajak Pertambahan Nilai apabila jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang yang terutang dihitung dengan cara jumlah pajak keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Ttersebut
3.     Pajak Penjualan atas barang mewah apabila jumlah pajak yang dibayarsama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.
  1. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah surat yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuuk memberitahukan besarnya pajak terutang kepada wajib pajak. SPPT diatur dalam pasal 10 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1994 tentang pajak bumi dan bangunan (UU PBB). SPPT merupakan dokumen yang berisi besarnya utang pajak atas bumi dan bangunan yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak pada waktu yang sudah ditentukan dalam SPPT tersebut. SPPT diterbitkan berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang telah disampaikan oleh wajib pajak atau berdasarkan dta objek pajak yang telah ada di Direktorat Jenderal Pajak.
SPPT harus dilunasi paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT. Apabila SPPT tidak dilunasi, akan dikenakan sanksi denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari saat jatuh tempo sampai hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
4.9  DALUWARSA PENETAPAN
Kedaluwarsa Penetapan merupakan suatu batasan waktu yang ditentukan undang-undang untuk dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas utang pajak wajib pajak, yang tujuannya tidak lain agar wajib pajak memperoleh kepastian atas hukum atas utang pajaknya. Pasal 13 UU KUP no. 16 Tahun 2000 menetapkan kedaluwarsa penetapan adalah selama 10 (sepuluh) tahun. Artinya Direktorat Jenderal Pajak (fiksus) diberikan batas waktu sampai dengan 10 (sepuluh) tahun sesudah saat terutangnya pajak untuk menerbitkan SKPKB. Apabila dalam waktu 10 (sepuluh) tahun fiksus tidak menerbitkan SKPKB, maka penerbit SKPKB setelah lewat batas kedaluwarsa penetapan tidak dapat lagi dilakukan dan atas utang pajak WP menjadi kedaluwarsa. Namun demikian, fiskus masih tetap dapat menerbitkan SKPKB sekalipun jangka waktu 10 (sepuluh) tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (in Kracht van gewisjde).
      Akan tetapi, sejak berlakunya UU No. 28 Tahun 2007 (mulai berlaku sejak 1 Januari 2008) sebagai perubahan atas UU No. 16 Tahun 2000 ditegaskan bahwa masa kedaluwarsa penetapan menjadi 5 (lima) tahun. Dengan demikian, untuk SKPKB yang terbit sejak 1 Januari 2008 akan kedaluwarsa dalam waktu 5 (lima) tahun yaitu kedaluwarsa dalam tahun 2013. Namun demikian, walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun telah lewat, SKPKB tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi aministrasi bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, bila wajib pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
      Dalam undang-undang dijelaskan bahwa untuk mengetahui kalau wajib pajak memang benar-benar telah melakukan tindak perdana perpajakan, tentu harus dibuktikan melalui proses persidangan pengadilan yang bisa membutuhkan waktu lebih dari 5 (lima) tahun. Ada kemungkinan bisa terjadi bahwa terhadap wajib pajak yang telah disidik oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tetapi oleh penuntut umum tidak dituntut berdasarkan sanksi pidana perpajakan. Misalnya saja, terhadap wajib pajak dijatuhi pidana oleh hakim karena melakukan penyeludupan dan dalam putusan hakim menunjukkan adanya objek pajak yang belum dikenai pajak. Dan hal demikian, untuk memperoleh pajak terutang yang belum dibayar, terhadap wajib pajak tersebut masih bisa diterbitkan SKPKB ditambah sanksi administrasi bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun telah lewat.
REFERENSI

Ilyas, Wirawan B dan Richard Burton. 2011. Hukum Pajak, Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar