A. Pengertian
Kepemimpinan
Menurut Robbins (1991), kepemimpinan adalah kemampuan
memengaruhi sekelompok anggota agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran. Sumber
dari pengaruh dapat diperoleh secara formal yaitu dengan menduduki suatu
jabatan manajerial yang didudukinya dalam suatu organisasi.
Toha (1992) menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi perilaku orang lain atau seni
mempengaruhi perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perilaku manusia, baik
perorangan maupun kelompok. Kepemimpinan dapat terjadi di mana saja, asalkan
seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang-orang lain ke
arah tercapainya suatu tujuan tertentu.
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk
menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasihati,
membina, membimbing, melatih, menyuruh, memerintah, melarang dan bahkan
menghukum (kalau perlu) dengan maksud agar manusia sebagai bagian dari
organisasi mau bekerja dalam rangka mencapai tujuannya sendiri maupun
organisasi secara efektif dan efisien.
B. Teori Munculnya / Lahirnya Pemimpin
/ Kepemimpinan
Para ahli teori kepemimpinan telah
mengemukakan beberapa teori tentang timbulnya Seorang Pemimpin. Dalam hal ini
terdapat 3 teori yang menonjol [Sunindhia dan Ninik Widiyanti, 1988:18], yaitu:
1).
Teori
Genetik
Penganut teori ini berpendapat
bahwa, “Leaders are born and not made”
yang artinya “pemimpin itu dilahirkan dan bukan dibentuk” . Pandangan
teori ini bahwa seseorang akan menjadi pemimpin karena “keturunan” atau ia
telah dilahirkan dengan “membawa bakat” kepemimpinan
2).
Teori
Sosial
Penganut teori ini
berpendapat bahwa “Leaders are made and
not born” yang artinya seseorang yang menjadi pemimpin dibentuk dan bukan
dilahirkan. Penganut teori berkeyakinan bahwa semua orang itu sama dan
mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin. Tiap orang mempunyai potensi atau
bakat untuk menjadi pemimpin, hanya saja faktor lingkungan atau faktor
pendukung yang mengakibatkan potensi tersebut teraktualkan atau tersalurkan
dengan baik.
3).
Teori
Ekologik
Penganut
teori ini berpendapat bahwa seseorang akan menjadi pemimpin yang baik “manakala
dilahirkan” telah memiliki bakat kepemimpinan. Kemudian bakat tersebut
dikembangkan melalui pendidikan, latihan, dan pengalaman-pengalaman yang
memungkinkan untuk mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang telah dimiliki.
C. Teori
– teori Kepemimpinan
Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan
penjelasan dan interpretasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan
mengemukakan beberapa segi antara lain : Latar belakang sejarah pemimpin dan
kepemimpinan.Kepemimpinan muncul sejalan dengan peradaban manusia. Pemimpin dan
kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap masa.Adapun teori-teori dari
kepemimpinan dibagi menjadi tiga yaitu :
1)
Teori Sifat
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan
seorang pemimpin ditentukan oleh
sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas
dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang
pemimpin yang berhasil,sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan
kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai
sifat, perangai atau ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut
Ghizeli dan Stogdil :
1.
Kecerdasan
2.
Kemampuan
mengawasi
3.
Inisiatif
4.
Ketenangan
diri
5.
Kepribadian
2) Teori
Perilaku
Dasar pemikiran teori ini adalah
kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan
pengarahan suatu kelompok kearah pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pimpinan
mempunyai deskripsi perilaku:
Konsiderasi dan struktur inisiasi
Perilaku seorang pemimpin yang
cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri-ciri ramah tamah, mau
berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan
kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Disamping itu
terdapat pula kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih meningkatkan tugas
organisasi.
Berorientasi kepada bawahan dan
produksi
Perilaku pemimpin yang berorientasi
kepada baawahan ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian
pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan
kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan.Sedangkan perilaku pemimpin yang
berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis
pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian
tujuan.
Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership
continum pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi pada pemimpin dan bawahan.
Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin
dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil/tugas
dan terhadap bawahan atau hubungan kerja.Kecenderungan perilaku pemimpin pada
hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan
(JAF. Soner, 1978: 442-443).
Tingkah laku pemimpin lebih terkait dengan proses
kepemimpinan. Karena itu, ada dua dimensi utama kepemimpinan yang dikenal
dengan nama konsiderasi dan struktur inisiasi.Dua macam kecenderungan perilaku
kepemimpinan tersebut pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah
fungsi dan gaya kepemimpinan.
3) Teori
Situasional
Keberhasilan seorang pimpinan
menurut teori situasional ditentukan oleh cirri kepemimpinan dan situasi
organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan
ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu
menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah:
-
Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas
-
Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan
-
Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan
-
Norma yang dianut kelompok
-
Rentang Kendali
-
Ancaman dari luar organisasi
-
Tingkat stress
-
Iklim yang terdapat dalam organisasi
Efektivitas kepemimpinan seseorang
ditentukan oleh kemampuan “membaca” situasi
yang
dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinan agar cocok dengan dan mampu
memenuhi tuntunan situasi tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud
adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku tertentu karena
tuntunan situasi tertentu.
D. Tipologi Kepemimpinan
Menurut beberapa
kelompok sarjana (dalam Kartono, 2003); Shinta (2002) membagi Tipe Kepemimpinan sebagai berikut :
Macam –
macam Tipe Kepemimpinan (personal
Leadirship)
1. Tipe
Kepemimpinan Kharismatis
Tipe kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan
yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut
yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya.
Kepemimpinan kharismatik dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power)
dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang
Maha Kuasa. Kepemimpinan yang kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan
berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepemimpinan kharismatik
memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar.
2. Tipe Kepemimpinan Paternalistis/Maternalistik
Kepemimpinan paternalistik lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan dengan
sifat-sifat sebagai berikut:
a) Mereka menganggap bawahannya
sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu
dikembangkan,
b) Mereka bersikap terlalu
melindungi,
c) Mereka jarang memberikan
kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri,
d) Mereka hampir tidak pernah
memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif,
e) Mereka memberikan atau hampir
tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk
mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri,
f) Selalu bersikap maha tahu dan
maha benar.
Sedangkan tipe kepemimpinan maternalistik tidak jauh beda dengan tipe
kepemimpinan paternalistik, yang membedakan adalah dalam kepemimpinan
maternalistik terdapat sikap over-protective atau terlalu melindungi
yang sangat menonjol disertai kasih sayang yang berlebih lebihan.
3. Tipe Kepemimpinan Militeristik
Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun
sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah:
1) Lebih banyak menggunakan sistem
perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang
bijaksana,
2) Menghendaki kepatuhan mutlak dari
bawahan,
3) Sangat menyenangi formalitas,
upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan,
4) Menuntut adanya disiplin yang
keras dan kaku dari bawahannya,
5) Tidak menghendaki saran, usul,
sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya,
6) Komunikasi hanya berlangsung
searah.
4. Tipe
Kepemimpinan Otokratis (Outhoritative, Dominator)
Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain:
1) Mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak
yang harus dipatuhi,
2) Pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal,
3) Berambisi untuk merajai situasi,
4) Setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan
sendiri,
5) Bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail
tentang rencana dan tindakan yang akan dilakukan,
6) Semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah
diberikan atas pertimbangan pribadi,
7) Adanya sikap eksklusivisme,
8) Selalu ingin berkuasa secara absolut,
9) Sikap dan prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat
dan kaku,
10) Pemimpin ini akan bersikap baik pada bawahan apabila
mereka patuh.
5. Tipe
Kepemimpinan Laissez Faire
Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan
kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak
berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan
tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Pemimpin hanya
berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak mempunyai
wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi
kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai pemimpin
biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem nepotisme.
Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan kacau
balau.
6. Tipe Kepemimpinan Populistis
Kepemimpinan populis berpegang teguh pada nilai-nilai
masyarakat yang tradisonal, tidak mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan
hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan kembali
sikap nasionalisme.
7. Tipe Kepemimpinan Administratif/Eksekutif
Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan
yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif.
Pemimpinnya biasanya terdiri dari teknokrat-teknokrat dan
administratur-administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan
pembangunan. Oleh karena itu dapat tercipta sistem administrasi dan birokrasi
yang efisien dalam pemerintahan. Pada tipe kepemimpinan ini diharapkan adanya
perkembangan teknis yaitu teknologi, indutri, manajemen modern dan perkembangan
sosial ditengah masyarakat.
8. Tipe Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan
memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi
pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab
internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. kekuatan kepemimpinan
demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada
partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap
individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui
keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing. Mampu memanfaatkan
kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang
tepat.
E. Pemimpin Versus Manajer
Menurut
Warren Bennis yang dikutip oleh LPMM Jakarta ( 1998 ), perbedaan pemimpin dan
manajer adalah orang yang menguasai lingkungan dan mereka yang menyerah
kepadanya. Ada perbedaan-perbedaan lain yang sangat besar dan penting, yaitu :
1.) Manajer mengelola, pemimpin menemukan ( inovasi )
2.) Manajer adalah tiruan, pemimpin adalah orisinal
3.) Manajer mempertahankan, pemimpin mengembangkan
4.) Manajer berfokus pada sistem dan struktur, pemimpin berfokus pada
orang.
5.) Manajer bergantung pada pengendalian, pemimpin membangkitkan
kepercayaan.
6.) Manajer memiliki pandangan jangka pendek, pemimpin memiliki
presektif jangka panjang
7.) Manajer bertanya bagaimana dan kapan, pemimpin bertanya apa yang
berikutnya dkerjakan dan bagaimana.
8.) Manajer lebih memperhatikan pada hasil akhir, pemimpin memberi
perhatian pada masa depan.
9.) Manajer meniru, pemimpin memulai.
10.) Manajer menerima status quo, pemimpin menentangnya
F. Peran Pemimpin
Menurut Mintzberg para manajer itu
memiliki sepuluh peran berbeda-beda, dari kesepuluh peran tersebut dapat dibagi
menjadi 3 category, yaitu : informational (managing by information),
interpersonal (managing through people), and decisional (managing through
action). Berikut keterangannya dibawah ini :
Informational (managing by
information) (Manajemen dengan informasi), ada 3 peran, yaitu :
a) Monitor (Pegawasan)
Tugas meliputi operasi internal
menilai, keberhasilan departemen dan masalah dan peluang yang mungkin timbul.
Semua informasi yang diperoleh dalam kapasitas ini harus disimpan dan
dipelihara. Misalnya : Mencari dan memperoleh pekerjaan yang berhubungan dengan
informasi, membaca berita perdagangan, majalah, laporan, menghadiri seminar dan
pelatihan, serta menjaga kontak relasi.
b) Disseminator ( Penyebar Informasi ).
Menyoroti faktual atau nilai
pandangan eksternal berbasis ke dalam organisasi dan bawahan. Hal ini
membutuhkan baik penyaringan dan keterampilan delegasi. Misalnya :
Berkomunikasi / menyebarkan informasi kepada orang lain dalam organisasi,
mengirim memo dan laporan; menginformasikan staf dan bawahan dari keputusan.
c) Spokesperson ( Juru Bicara )
Berfungsi dalam kapasitas PR dengan
menginformasikan dan melobi orang lain untuk menjaga stakeholder
kunci diperbarui mengenai operasi organisasi. Misalnya Berkomunikasi /
mengirimkan informasi ke luar Menyampaikan memo, laporan dan bahan informasi;
berpartisipasi dalam konferensi / pertemuan dan laporan kemajuan.
G. Pemimpin yang Efektif
Menjadi
pemimpin yang baik bukanlah mudah. Pemimpin yang baik bukanlah pemimpin yang
keras, yang suka marah dan yang ditakuti. Pemimpin yang baik adalah pemimpin
yang mampu memimpin pengikutnya mencapai suatu tujuan tertentu.
Pemimpin
yang baik harus mempunyai karakter sebagai berikut
- Mempunyai karisma
Pemimpin yang mempunyai karisma akan
memudahkan mengarahkan staf atau pengikutnya.Pemimpin yang tidak berkarisma
akan kesulitan mengarahkan staf atau pengikutnya.
- Mempunyai integritas
Pemimpin harus mempunyai integritas
dalam memimpin. Pemimpin harus setia terhadap nilai-nilai yang ditanamkan
kepada pengikutnya
- Mempunyai dedikasi
Pemimpin yang berdedikasi akan mengerjakan
visinya dengan kerja keras dan penuh semangat. Dedikasi yang dia kerjakan akan
ditularkan kepada stafnya
- Bisa mengambil keputusan
Pemimpin harus bisa dan berani
mengambil keputusan secara cermat. Untuk dapat mengambil keputusan secara
cermat pemimpin harus memperhatikan banyak aspek dalam memutuskan.
- Mau membantu
Pemimpin yang baik harus mau
membantu memecahkan masalah yang dihadapinya
- Bekerja tidak hanya memerintah
Pemimpin yang baik mau mengerjakan
hal-hal yang dihadapi stafnya. Tentu saja dia akan mengerjakan sesuai porsi
yang dia bisa kerjakan.
- Mau mendengarkan
Pemimpin yang baik harus mau
mendengarkan masukan dan keluhan dari stafnya. Pemimpin tidak harus setuju
terhadap pendapat dari staf, tetapi harus menghargai setiap pendapat.
Tentu saja tidak semua pemimpin memiliki 7 karakter di atas
secara penuh. Tetapi setiap pemimpin paling tidak berusaha di setiap point di
atas. Kekurangan di satu point dapat ditutup oleh point yang lain. Misalnya dia
tidak mempunyai karisma, tetapi jika dia mempunyai integritas dan dedikasi yang
kuat maka dedikasi dan integritas ini dapat menutupi kekurangan di point
karisma.
H.
Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Kepemimpinan
Pertama, persepsi yang tepat. Persepsi
memainkan peran dalam mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Para manajer yang
memiliki persepsi yang keliru terhadap pegawainya mungkin kehilangan peluang
untuk mencapai hasil optimal. Oleh karenanya ketepatan persepsi manajerial
sangat penting, dan hal itu begitu penting pada setiap model situasional.
Kedua, tingkat kematangan. Pemimpin
dituntut untuk berkemampuan dan berkemauan mengambil tanggung jawab untuk
mengarahkan perilaku mereka sendiri dengan memperhatikan tingkat kematangan
dalam pengetahuan, keahlian dan pengalaman untuk melaksanakan pekerjaan tanpa
pengawasan ketat dan juga kemauan untuk melaksanakan pekerjaan itu. Bagaimana
pun, bawahan harus diberi perhatian serius ketika membuat pertimbangan tentang
gaya kepemimpinan yang dapat mencapai hasil yang diinginkan.
Ketiga, penilaian yang tepat terhadap
tugas. Para pemimpin harus mampu menilai dengan tepat tugas yang dilaksanakan
oleh bawahan. Dalam situasi tugas yang tidak terstruktur, kepemimpinan
otokratik mungkin sangat tidak sesuai. Para bawahan memerlukan garis petunjuk,
bebas bertindak, dan sumber daya untuk menyelesaikan tugas itu. Pemimpin harus
dapat dengan tepat menentukan kekurangan tugas bawahan sehingga pilihan gaya
kepemimpinan yang layak harus dilakukan. Karena tuntutan ini, seorang pemimpin
harus memiliki beberapa pengetahuan teknik tentang pekerjaan itu dan
syarat-syaratnya.
Keempat, latar belakang dan pengalaman. Di
sini ditegaskan bahwa latar belakang dan pengalaman pemimpin mempengaruhi
pilihan gaya kepemimpinan. Seseorang yang telah memperoleh keberhasilan karena
berorientasi kepada hubungan mungkin akan meneruskan penggunaan gaya ini.
Demikian juga, seorang pemimpin yang tidak percaya kepada para bawahannya dan
telah menyusun tugas bertahun-tahun akan menggunakan gaya otokratik.
Kelima, harapan dan gaya pemimpin.
Pemimpin senang dengan dan lebih menyukai suatu gaya kepemimpinan tertentu.
Seorang pemimpin yang memilih pendekatan yang berorientasi pada pekerjaan,
otokratik, mendorong keberanian bawahan mengambil pendekatan yang sama.
Peniruan model pemimpin merupakan kekuatan untuk membentuk gaya kepemimpinan.
Karena pemimpin memiliki berbagai landasan kekuasaan, maka harapan mereka
adalah penting.
Keenam, hubungan seprofesi. Pemimpin
membentuk hubungan dengan pemimpin yang lain. Hubungan seprofesi ini digunakan
untuk tukar menukar pandangan, gagasan, pengalaman, dan saran-saran. Teman
seprofesi seorang pemimpin dapat memberikan dukungan dan dorongan semangat bagi
berbagai perilaku kepemimpinan, sehingga mempengaruhi pemimpin itu pada waktu
yang akan datang. Teman-teman seprofesi merupakan sumber penting tentang
perbandingan dan informasi dalam membuat pilihan dan perubahan gaya
kepemimpinan.
I. Isu
– isu Kontemporer dalam Kepemimpinan Kepercayaan
Kepercayaan adalah pengharapan positif bahwa orang
lain tidak akan-melalui kata-kata, tindakan, atau keputusan—bertindak secara
opurtunistik. Istilah pengharapan positif dalam definisi kita itu mengasumsikan
bahwa pengetahuan keakraban dengan pihak lain. Kepercayaan adalah satu proses
ketergantungan-historis yang didasarkan pada sample-sampel pengalaman yang
relevan dan terbatas. Istilah secara opurtunistik merujuk pada resiko dan
kerentanan yang inheren dalam setiap hubungan kepercayaan. Kepercayaan mencakup
membuat seseorang rentan seperti kita, misalnya, kita menyingkapkan informasi
intim atau tergantung pada janji-janji lain. Integritas merujuk pada kejujuran
dan kebenaran. Konsistensi terkait dengan kehandalan, prediktabilitas, dan
pertimbangan yang baik seseorang dalam menangani situasi-situasi.
“ketidaksesuaian antara kata-kata dan tindakan mengikis kepercayaan”. Loyalitas
adalah keinginan untuk melindungi dan menyelamatkan wajah untuk orang lain.
Tiga Jenis Kepercayaan :
a) Kepecayaan
Berbasis Ketakutan, kepercayaan berdasarkan ketakutan akan tindakan balasan
jika kepercayaan itu dilanggar. Kepercayaan berdasar ketakutan akan berfungsi
hanya pada tingkat bahwa hukuman itu mungkin konsekuensinya jelas dan hukuman
sesungguhnya dijatuhkan jika kepercayaan itu di langgar.
b) Kepercayaan
Berbasis Pengetahuan, kepercayaan berdasarkan prediktabilitas perilaku yang
berasal dari riwayat interaksi. Pengetahuan ini akan berkembang dari waktu ke
waktu, umumnya sebagai fungsi dari pengalaman yang membangun kepercayaan akan
sifat dapat dipercaya dan prediktibilitas.
c) Kepercayaan
Berbasis Identifikasi, kepercayaan berdasarkan rasa saling memahami atas maksud
masing-masing dan menghargai keinginan dan hasrat orang lain. Saling pengertian
dikembangkan ke titik dimana masing-masing pihak dapat bertindak secara efektif
bagi yang lain.
J.
Implikasi
Manajerial Dalam Kepemimpinan
Menurut
kamus besar Bahasa Indonesia, kata Implikasi berarti akibat. Sehingga akibat yang dilakukan oleh seseorang
jiwa kepemimpinannya di dalam suatu organisasi buruk maka organisasi tersebut
akan berjalan tersendat sendat akan tetapi jika jiwa kepemimpinannya baik tidak
membeda bedakan akan anggota yang satu dengan yang lainnya maka organisasi
tersebut akan berjalan dengan baik pula. Kata Implikasi sendiri dapat
merujuk ke beberapa aspek yaitu salah satunya yang dibahas saat ini adalah
manajerial atau manajemen.
Teori
dalam implikasi manajerial yaitu :
·
Teori
Managerial Grid
Teori ini
dikemukakan oleh Robert K. Blake dan Jane S. Mouton yang membedakan dua dimensi
dalam kepemimpinan, yaitu “concern for people” dan “concern for production”.
Pada dasarnya teorimanagerial grid ini mengenal lima gaya kepemimpinan yang
didasarkan atas dua aspek tersebut, yaitu :
1.
Improvised, artinya pemimpin menggunakan usaha yang
paling sedikit untuk menyelesaikan tugas tertentu dan hal ini dianggap cukup
untuk mempertahankan organisasi.
2.
Country
Club, artinya
kepemimpinann didasarkan kepada hubungan informal antara individu artinya
perhatian akan kebutuhan individu dengan persahabatan dan menimbulkan suasana
organisasi dan tempo kerja yang nyaman dan ramah.
3.
Team,
yaitu kepemimpinan yang didasarkan bahwa keberhasilan suatu organisasi
tergantung kepada hasil kerja sejumlah individu yang penuh dengan pengabdian
dan komitmen. Tekanan untama terletak pada kepemimpinan kelompok yang satu sama
lain saling memerlukan. Dasar dari kepemimpinan kelompok ini adalah kepercayaan
dan penghargaan.
4.
Task,
artinya pemimpin memandang efisiensi kerja sebagai factor utama keberhasilan
organisasi. Penampilan terletak pada penampilan individu dalam organisasi.
5.
Midle
Road, artinya
kepemimpinan yang menekankan pada tingkat keseimbangan antara tugas dan
hubungan manusiawi , dengan kata lain kinerja organisasi yang mencukupi dimungkinkan
melalui penyeimbangan kebutuhan untuk bekerja dengan memelihara moral individu
pada tingkat yang memuaskan.
Dalam teori manajerial
grid terdapat dua orientasi yang dijadikan ukuran yaitu berfokus pada manusia
dan pada tugas. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya hubungan antar individu
dalam menyelesaikan tugas yang diberikan kepada bawahan. Sebagai seorang
pemimpin, bertugas memberikan arahan serta bimbingan terhadap bawahannya,
sehingga mereka dapat mengerjakan pekerjaannya dengan baik. Implikasi teori ini
terhadap system komunikasi organisasi adalah bahwa teori ini memandang
pentingnya komunikasi dalam menjalankan kepemimpinan dengan lima gaya yang
berbeda dari para pemimpin. Adanya orientasi terhadap dua aspek tersebut
menunjukkan bahwa kepemimpinan dalam organisasi harus memperhatikan hubungan
antar individu satu dengan lainnya sebagai motivasi dalam mengerjakan tugas.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu terjun diberbagai kalangan baik
itu dengan para pimpinan lainnya, maupun dengan bawahan sebagai asset berharga
organisasi. Semua ini terjalin apabila pemimpin tersebut memiliki pendekatan
perilaku yang baik. Hal ini membutuhkan komunikasi yang efektif.
Menurut Blake dan
Mouton, gaya kepemimpinan team merupakan gaya kepemimpinan yang paling disukai.
Kepemimpinan gaya ini berdasarkan integrasi dari dua kepentingan yaitu
pekerjaan dan manusia. Pada umumnya, kepemimpinan gaya team berasumsi bahwa
orang akan menghasilkan sesuatu apabila mereka memperoleh kesempatan untuk
melakukan pekerjaan yang berarti. Selain itu, dalam kepemimpinan gaya team
terdapat kesepkatan untuk melibatkan anggota organisasi dalam pengambilan
keputusan dengan maksud mempergunakan kemampuan mereka untuk memperoleh hasil
yang terbaik yang mungkin dapat dicapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar